Kamis, 26 April 2018

VIETNAM, Dari Indo-China Hingga Masa Kontemporer


BAB 1 : PENDAHULUAN

Latar Belakang
Di Asia Tenggara kita mengenal sebuah kawasan dengan sebutan Indo-China. Kawasan ini terdiri atas 3 Negara yaitu Laos, Kamboja, dan Vietnam. Ketiganya memiliki sejarah yang khas dalam perkembangannya yang turut mempengaruhi daerah sekitarnya. Sebagai sebuah Negara, kawasan Indocina, merupakan jajahan Perancis. Namun setelah merdeka negara tersebut terpecah menjadi tiga Negara yaitu Vietnam, Laos, dan Kamboja. ini merupakan hal yang menarik. Bila dibandingkan dengan Indonesia, Indonesia adalah negara kepulauan yang terpisahkan oleh lautan. Ada sesuatu yang berbeda disini Indocina yang memiliki kebudayaan dan daratan yang sama terpecah menjadi tiga negara, sementara Indonesia yang memiliki kebuayaan yang berbeda disetiap daerahnya, bisa bersatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Vietnam merupakan sebuah negara dengan perjalanan sejarah yang panjang, pertarungan dua ideologi di utara dan selatannya negeri tersebut. Mengingatkan kita bahwa negara itu adalah salah atukrban dari perang dingin yang bekembang setaelah perang dunia kedua. Dengan mengkaji Vietnam, kita bisa menarik hikmah yang terkandung. Bagaimana sebuah negara kecil yang juga memanfaatkan kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan oleh Jepang yang menyerah kepada sekutu.bagaimana perbedaaan paham ideology Vietnam utara dan selatan, bagaimana mereka dapat mengalahkan Negara Adidaya seperti Amerika Serikat. Perjuangan pergerakan kemerdekaaan Vietnam dari Perancis. 

BAB 2: PEMBAHASAN 

1) Jatuhnya Indo-China ke Perancis
Pada Awalnya Raja Tu Due (1847-1883) yang berkuasa di Vietnam menindas kaum Katholik dan mencoba untuk menutup Indo-Cina dari Perancis dan bangsa asing lainnya. Hal ini dilakukan karena perang candu yang terjadi di Cina (Cina vs Inggris) menunjukkan ketidakmampuan Cina menghadapi bangsa asing yang mengobrakabrik negeri tersebut. Tue Due berusaha agar hal ini tidak terjadi di Indo-Cina. Perancis menanggapi sikap Tue Due ini dengan melakukan serangan ke Cochin-China (1858), dengan alasana untuk melindungi warga negaranya. Walau pasukan Vietnam berhasil dikalahkan namun, kota Hue (ibu kota Vietnam) gagal untuk dikuasaai. Guna mengakhiri perang yang berlangsung selama 4 tahun tersebut maka pada 1862 terjadilah perjanjian Saigon. Hal-hal yang disetujui dalam perjanjian tersebut, yaitu:
(1)   Bagian timur Cochin-China menjadi milik Perancis.
(2)   Pelabuhan Tourame, Balat, Kuang An di buka untuk Perancis.
(3)   Kebebasan beragama katholik.
Isi perjanjian tersebut jelas merugikan Vietnam, dan menguntungkan Perancis untuk melakukan penetrasi kolonial dan imperialisme di kawasan Indo-China. Padan 1870-1871 Perancis kehilangan kekuatannya akibat Revolusi Perancis (dimana pemerintahan monarki diganti dengan Republik). Raja Tu Due tidak menyadari hal ini, sehingga tidak memanfaatkannya kondisi Perancis yang melemah dalam menyelenggarakan imperialismenya di Indo-China. Pada tahun 1872-1873 Francis Garnier seorang Avonturier Perancis menyerbu Tonkin dan menduduki Hanoi. Tindakan Garnier ini dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah Perancis, tapi dibalik itu pemerintah Perancis berharap tindakannya Garnier ini berhasil. Sayangnya, Garnier berhasil dikalahkan oleh pasukan Vietnam dan tewas. Pemerintah Perancis lalu melakukan penjelasana mengenai pendudukan di Hanoi ini. untuk menyelesaikan konflik tersebu, maka ditanda tangani perjanjian damai yaitu:
(1)   Hanoi dikembalikan oleh Perancis ke Vietnam.
(2)   Vietnam mengakui chocin-china sebagai milik Perancis.
(3)   Vietnam berjanji akan menyesuaikan politik luar negeri dengan Perancis.
Terlambat bagi Vietnam menyadari kelemahan Perancis kala itu, Imperialisme Perancis kembali kuat. Melihat kenyataan ini raja Tu Due memalingkan negerinya ke Tiongkok. Usaha ini dilakukan untuk mengimbangi Perancis yang mulai bangkit di Eropa. Celakanya, usaha raja Tu Due dianggap melanggar perjanjian Saigon pada butir ketiga. Akibatnya, Vietnam dan Perancis terlibat perang (ini disebut dengan perang Indo-cina pertama). Perang ini berakhir dengan kekalahan Vietnam. Selanjutnya Vietnam menandatangani perjanjian Huė 1883 yang berisi bahwa Vietnam mengakui berada dibawah naungan Perancis. Sejak saat itu Vetnam dujajah Perancis dan imbasnya adalah kehilangan kemerdekaannya. Pada tahun 1883 raja Tu Due wafat, terjadi perebutan kekuasaan antar putra  mahkota, baru tahun 1887 Vietnam diambil alih oleh Peracis sebagai miliknya. Tahun 1893 Kamboja direbut Perancis, maka sempurnalah Indocina berada dibawah kekuasaan Perancis.

2) Indo-China dibawah Perancis
a)      Politik
Dalam usaha melanggengkan kekuasaan Perancis di Indo-Cina, digunakan sistem politik Asimilasi (bercampurnya kelompok atau individu yg berlainan  kebudayaannya menjadi satu kelompok kebudayaan) dalam hal in kebudayaan perancis diperlakukan lebih utama dari kebudayaan asli Indo-cina. Orang-orang Indocina, harus bersikap, berbahasa, dan hidup ala orang Perancis. Hal ini diharapkan agar bangsa Indocina tergantung terhadap Perancs, dan Perancis menganggap telah memiliki Indocina selama-lamanya. Namun usaha secara politik ini gagal, karena perancis tidak yakin akan keberhasilnya dalam menerapkan politik Asimilasi ini
b)     Ekonomi
Eksplotasi segala kekayaan alam untuk kepentingan Perancis tanpa mengindahkan kepentingan penduduk lokal Indo-cina. Eksplotasi yang dilakukan secara besar-besaran menyebabkan kelemahan ekonomi, ditunjukkan dengan gagalnya produksi beras, dan berakhir dengan keruntuhan ekonomi Indocina.

3) Nasionalisme Indo-China
Pada awalnya pergerakan Nasionalisme di Indo-China selalu gagal. Itu disebabkan kurangnya koordinasi dan konsoldasi antar Negara-negara dan tokoh-tokoh Pemimpin di Indo-China. Barulah pada masa Ho Chi Minh Koordinasi dan konsolidasi untuk menuju persatuan nasional dapat dilaksanakan, hal-hal yang mampu mendorong munculnya kembali nasionalisme di Indo-cina adalah:
1.      Penindasan Perancis di Indo-China
2.      Timbulnya kaum pelajar yang memahami Demokrasi.
3.      Perang Jepang-Rusia yang membangkitkan nasionalisme seluruh Asia.
4.      Revolusi nasional di Tiongkok.
5.    Para tentara Indo-China yang dikirim Perancis dalam PD II kembali dan membawa paham Liberalis.

4) Gerakan Nasionalisme
Vietnam Resoration League : Didirikan Cuong De (1907), gerakan ini timbul karena pengaruh kemenangan Jepang terhadap Rusia pada tahun 1905, dan mengambil Jepang sebagai teladan.
Partai Nasionalis Indo-China : Partai ini mencontoh Guo Ming Tang (Tiongkok). Partai ini menimbulkan pemberontakan antara Vietnam dengan Perancis, pemberontakan ini dapat ditumpas pada tahun 1931.
Partai Komunis Indo-China : Partai ini tidak menampakan dirinya sebagai partai komunis tapi selalu menyelundup dalam gerakan-gerakan nasionalsme. Partai ini didirikan pada 1929 di Hongkong oleh Nguyen Al Quoc atau yang dikenal dengan nama Ho Chi Minh.
Partai Demokrat Indo-China : Partai ini didirikan pada tahun 1944 oleh mahasiswa yang ingin merdeka dan pemerintahan yang demokratis. Mereka menyetujui Ho Chi Minh sebagai pemimpin mereka.
Partai Sosialis Indo-China : Didirikan pada 1946, tujuannya untuk mendapat kemerdekaan dan pemerintahan yang sosialis. Gerakan di Indo-China yang berkobar lebih didorong oleh orang-orang komunis. Ho Chi Minh dengan semboyannya “my party is my country, and my program is my independency.”

5) Dampak Perang Dunia II bagi Perjuangan Bangsa Vietnam
Menyerahnya Perancis pada Jerman (1940) menyebabkan kondisi pemerintahan Perancis di Indo-China melemah. Ketika Jepang datang, maka dengan mudah merebut Indo-China dari Perancis. Namun, pada saat itu Perancis masih memegang kekuasaan atas Indo-china sebagai konsekuensinya Perancis harus menyiapkan kebutuhan perang Jepang. Namun kondisi ini tak bertahan lama karena Jepang mengambil alih kekuasaan perancis di indo-china pada 9 maret 1945. lalu mendirikan kerajaan Vietnam pada 11 maret 1945 dengan Bao Dai sebagai rajanya. Lalu Norodom Sihanouk sebagai raja Kamboja pada 13 maret 1945. Selanjutnya pada 20 April 1945 Sisavong Vong menjadi raja Laos. Namun usaha Jepang ini tdak berhasil menarik hati masyarakat indochina yang ingin merdeka dari Perancis. Ho Chi Minh pada tahun 1941 lebih berhasil mempersatukan gerakan-gerakan nasionalisme Indo-China didalam Liga Kemerdekaan Vietnam, dan mendapat bantuan dari Tiongkok, USA, dan Perancis . Ho Chi Min menyerbu Tonkin dan menggerilya disana dan sampai akhirnya Jepang menyerah pada sekutu (14 Agustus 1945).Pada tanggal 2 September 1945, Ho Chi Minh menduduki Hanoi dan memproklamasikan kemerdekaan Indo-China sebagai Republik Demokratik Vietnam.

6) Perjuangan Kemerdekaan Vietnam      
Dalam konfrensi Postdam (2 Agustus 1945) ditetapkan bahwa Indo-China sebelah utara garis lintang 16° akan diduduki oleh Tiongkok, dan sebeah Selatan garis lintang 16° oleh tentara Inggris, untuk melucuti Jepang dan mengembalikan keamanan dan ketertiban. Tentara pendudukan ini datang terlambat. Waktu antara Jepang menyerah dan tibanya tentara pendudukan digunakan sebaik-baiknya oleh Ho Chi Minh dengan melakukan tindakan:
i)        Memproklamirkan kemerdekaan.
ii)      Merebut pemerintahan dari Jepang.
Inggris tidak suka melihat Indo-China mendapat kemerdekaan karena ini akan memperkuat gerakan kemerdekaan Asia. Inggris ingin mengembalikan imperealisme Perancis di Indo-China. Maka dengan diam-diam Inggris membawa tentara Perancis dalam usaha menlucut Jepang. Pada 23 Agustus 1945 tentara Perancis dapat merebut Saigon. Seluruh wilayah Inggris diberikan kepada Perancis. Adanya persetujuan Chungking pada 28 Pebruari 1946 membuat Tiongkok keluar dari Vietnam.

7) Perang Kemerdekaan Vietnam
>)      Fase Perundingan
Mundurnya pasukan Cina dari wilayah Vetnam membuat konfontasi berlangsung secara langsung oleh Vietnam (Ho Chi Minh) dengan Perancis. Menyadari perang tak bisa digunakan, maka Vietnam dan perancis memilih untuk bedamai dengan menanda tangani perjajian 8 maret. Adapun isi dari perjanjian tersebut diantaranya:
1.      Republik Demokratik Vietnam (Vietminh) diakui sebagai negara bebas (free state) dalam federasi negara Indo-China yang terdiri dari Vietminh, Vietnam, Kamboja, Laos.
2.      Status cochin-china akan ditentukan dalam konfrensi tersendiri apakah Cochin akan masuk Vietminh atau Vietnam.
Cochin-China merupakan wilayah pengahasil beras di Indo-China, sehingga wilayah ini sangat urgen untuk dikuasai. Secara bahan pangan, siapa yang menguasai Cochin-China maka dia menggenggam seuruh Indo-China. Dalam perundingan yang dilakukan di Dalat dan Fontainebleau Cochin-China berubah status menjadi negara tersendiri (1 Juni 1946), pada konfrensi yang dilakukan di Dalat. Perwakilan Vietminh tidak diundang, hal ini menunjukkan pelanggaran terhadap persetujuan 6 maret. Alhasil fase ini berlanjut denga fase pertempuran.

>)     Fase Pertempuran
Fase ini ditandai dengan pengeboman Haipong (daerah Vietminh) pada 23 nopember 1946. Perperangan berlangsung diseluruh kawasan Indochina, namun perang berakhir dengan kegagalan. Maka selanjutnya memasuki dengan melalui fase negara-negara boneka.

>)      Fase Negara-Negara Boneka
Tujuan dari pebentukan negara-negara boneka ini adalah untuk melemahkan Ho Chi Minh denga memasukkan kedalam boneka-boneka yang dipropoganda Perancis, sehingga menimbul perpecahan diantara mereka. Memperkecil wilayh kekuasaan Ho Chi Minh, dan sebagai bentuk propoganda Perancis dalam usaha melepaskan politk imperialisme dan pelaksananaan Atlantk Charter. Diantara tujuan lainnya, politik devide et empera untuk memecah belah Indo-China. Negara-negara boneka buatan perancis diantaranya: Kamboja (7 Januar 1946), Laos (27 Agustus 1946), dan Vietnam (Bao Dai). Diantara ketiga negara tadi, Vietnam merupakan negara hasil buatan Perancis yang berhasil dalam usaha melakukn propoganda. Bao Dai adalah raja Vietnam yang pada tahun 1932 lalu tahun 1945 diangkat kembali menjad  raja. Namun dikalanga kaum terpelajar, Bao Dai tidak diakui. Vietnam yang dipimpin Bao Dai diakui sebagai negara oleh U.S.A dan Inggris (7 Pebruari 1950). Sementara dilain pihak Ho Chi Minhdengan Demokratik Vietnam juga diakui oleh R.R.C dan Rusia (31 Januari 1950)

>)     Fase Kemenangan Komunis di R.R.C
Perang Kemerdekaan Indo-China berubah sifat dari kemerekaan menjadi perang China-Rusia versus Amerika. Ini tak lain karena Mao Tse Dong yang membantu Ho Chi Minh memiliki ideologi yang sama dimana Komunis harus tercapai lebih dulu setelah melalui Nasionalisme. Gerakan mendukung nasionalisme ini ditunjukan dengan sikap anti imperialisme dan kolonialisme. Hal ini mendukung dan memperkuat posisi Vietnam yang mendapatkan dukungan secara oril dan materil.

8) Perang Besar di Dien Bien Phu dan Kekalaahan Telak Perancis atas Vietminh
Bantuan-bantuan RRC yg di pimpin oleh Mao Ze Dong dengan paham komunis terhadap Komunis Vietnam pimpinan Ho Chi Minh berupa alat-alat militer, pelatihan gerilyawan bagi pasukan Vietnam Utara,dan lain sebagainya semakin memantapkan posisi Vietnam utara yg berpaham komunis untuk meruntuhkan kekuasaan Perancis yg tersisa di Vietnam Selatan. Memasuki tahun 1950-an, Uni Soviet yang dari awal tidak mengindahkkan Vietnam dan perjuangannya, baru pada tahun 1950 mengakui eksistensi Vietnam. Sedangkan di pihak lain, Perancis melalui panglima barunya Jenderal Henri Navarre berhasil meyakinkan AS untuk rencana peningkatan militernya, termasuk pembangunan benteng di Dien Bien Phu. Benteng tersebut dimaksudkan untuk menangkal infiltrasi pasukan Viet Minh ke Laos yang dikuasai Perancis. Pasukan payung literjunkan di dataran tersebut dan membangun -bentengan yang kuat, termasuk dua lapangan terbang kecil serta gugusan pusat pertahanan. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk mempertinggi moril dan semangat tempur sekitar 16.000 prajurit payung Perancis. Jika Jenderal Navarre berharap pasukan Viet Minh akan terperangkap dan dihancurkan di lembah Dien Bien Phu, maka sebaliknya Jenderal Giap melihat perbentengan Perancis itu harus dibinasakan dan direbut untuk memperoleh momentum yang menentukan dalam perang Indochina. Karena itu diam-diam Giap mengepung Dien Bien Phu, termasuk mengerahkan kekuatan artilerinya. Bulan Maret 1954 peluru meriam mulai menghujani Dien Bien Phu tanpa terduga oleh Perancis. Mereka pun mulai khawatir tatkala melihat bahwa bantuan pasukan maupun logistik ternyata dapat mencapai Dien Bien Phu hanya dengan lewat udara. Apalagi ketika Jenderal Giap mulai merapatkan kepungan untuk selanjutnya mengerahkan pasukannya langsung menyerbu. Pertempuran sengit dan brutal, sering terjadi satu lawan satu, berkecamuk di Dien Bien Phu. Pasukan Perancis yang mati-matian bertahan, beberapa kali berhasil memukul mundur serbuan ini. Namun bak air bah dari bendungan jebol, akhirnya pasukan Viet Minh tak terbendung dan satu persatu pusat pertahanan Perancis pun mengibarkan bendera putih setelah pertempuran dengan korban besar di kedua pihak. Sesudah benteng Elaine jatuh pada 7 Mei, maka tentara Perancis menyerah. Sekitar 11.000 prajuritnya ditawan oleh Vietnam. Kemenangan besar ini diharapkan VietMinh inipun membuat Prancis kewalahan dan akhirnya membawa Masalah Vietnam ke dalam Konverensi Jeneva di tahun 1954.

9) Konferensi Jeneva 1954
Pada tanggal 25 April 1954 dibukalah Konferensi Jenewa yang di hadiri oleh Perancis, Republik Demokrasi Vietnam, Republik Vietnam, Kamboja, Laos, RRC, Inggris, Rusia, Amerika Serikat, Korea Utara dan Korea Selatan. Rencana pembahasan adalah Korea dan Vietnam namun karena kondisi di Vietnam sudah tidak terkontrol lagi maka pembahasan di fokuskan ke Vietnam. Serangan pasukan Viet Minh betul-betul luar biasa sehingga membuat tentara Perancis kocar kacir. Pertempuran selama 55 hari dan 55 malam ini akhirnya kekuatan Perancis yang masih tersisa dihancurkan pada tanggal 7 Mei 1954. Pertempuran berhenti dengan kemenangan Viet Minh. Dengan kemenangan ini lah dibuka Konferensi Jeneva dengan hasil kesepakatan:
1.      Mengakui kemerdekaan penuh Kamboja, Laos dan Vietnam. 
2.      Pembagian Vietnam menjadi dua (utara dan selatan) dengan batas garis lintang 17 LU. 
3.      Perancis dan Republik Vietnam Selatan menarik pasukan yang ada di Utara.
4.      Republik Demokrasi Vietnam harus pula menarik pasukan dari lintang 17 LU. 
5.      Republik Demokrasi Vietnam yang menguasi daerah Utara diakui secara de facto.
6.   Dan untuk penyatuan Vietnam akan diadakan pemilu pada bulan Juli 1956 dibawah pengawasan Komisi Pengawas Internasional.
Disini untuk Amerika Serikat dan Vietnam Selatan tidak mau menandatangani Perjanjian di karenakan keduanya tidak menyetujui point-point dalam Perjanjian Jenewa. Dan tentunya memiliki pandangan ada tujuan tersendiri untuk Vietnam yang akan datang.

10) Jatuhnya Vietnam Selatan oleh Vietnam Utara dan Terjadinya Perang Vietnam
Dengan Diresmikanya isi dari Konvensi Jeneva, memperlihatkan banyak pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil konvensi tesebut. Hal ini dibuktikan dengam terbentuknya Front Nasional Pembebasan Vietnam Selatan (FNPVS) oleh Vietcong yang berbasis komunis Vietnam utara.Pada awalnya, Front Nasional Pembebasan Vietnam Selatan atau FNPVS ini hanya melakukan perang-perang gerilya dalam skala kecil untuk menjatuhkan Pemerintahan Vietnam Selatan yang dipimpin oleh Ngo Dinh Diem yang berpaham Kapitalis dan didukung oleh Amerika Serikat. Namun selanjutnya cara-cara FNPVS ini berubah menjadi haluan berbasis politik propaganda adu domba terhadap pemerintahan Vietnam Selatan. Politik adu domba inipun dirasa berhasil dan menimbulkan perpecahan politik intern di dalam kubu pemerintahan Vietnam Selatan sendiri sehingga menimbulkan Kudeta Militer dan Presiden Vietnam Selatan, Ngo Dinh Diem pun terbunuh. Dengan terbunuhnya Ngo Dinh Diem, Amerika Serikat pun mulai bergerak dalam menyelamatkan Vietnam Selatan agar tidak jatuh ke tangan Vietnam Utara dan menjadi berpaham Komunis. Dengan turun tangannya AS beserta sekutunya inilah terjadi Perang Vietnam  Perang Vietnam, juga disebut Perang Indochina Kedua, adalah sebuah perang yang terjadi antara 1957 dan 1975 di Vietnam. Perang ini merupakan bagian dari Perang Dingin antara dua kubu ideologi besar, yakni Komunis dan Liberal.
Dua kubu yang saling berperang adalah Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara) dengan Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina bersekutu dengan Vietnam Selatan dengan jumlah pasukan ± 1.200.000, sedangkan USSR dan Tiongkok mendukung Vietnam Utara yang merupakan negara komunis dengan jumlah pasukan ±520.000. Jumlah korban yang meninggal diperkirakan adalah 280.000 di pihak Selatan dan 1.000.000 di pihak Utara. Perang ini mengakibatkan eksodus besar-besaran warga Vietnam ke negara lain, terutamanya Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Barat lainnya, sehingga di negara-negara tersebut bisa ditemukan komunitas Vietnam yang cukup besar. Setalah berakhirnya perang ini, kedua Vietnam tersebut pun bersatu pada tahun 1976.

11) Perang Vietnam-Kamboja
Pada tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan saigon tahun 1975, negara-negara anggota ASEAN mencemaskan kemungkinan penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Asia Tenggara. Ketegangan terus memuncak mengingat ASEAN adalah negara-negara Non-Komunis sedangkan negara-negara Indochina adalah negara komunis. Kemenangan Vietnam pada Perang Vietnam sudah tentu mengkhawatirkan ASEAN ditengah rencana Amerika Serikat untuk mengurangi kehadiran pasukannya yang selama ini secara tak langsung melindungi ASEAN dari invasi komunis ke kawasan tersebut. Sebagai antisipasi terhadap kemungkinan paling buruk jika Amerika Serikat  meninggalkan Vietnam maka ASEAN senantiasa menekankan posisinya sebagai negara yang netral dan tidak konfrontasional dan berharap negara-negara Indochina (Kamboja, Laos, dan Vietnam) akan mengikuti jalan ASEAN. Akan tetapi harapan ini tidak segera dapat diwujudkan karena dengan diproklamasikannya Republik Sosialis Vietnam (RSV) tahun 1976, sebagai konsekuensi dari kekalahan Amerika Serikat atas Vietnam, Vietnam pun tampil lebih percaya diri karena masih mendapat dukungan Soviet. Bahkan pemerintahan komunis Vietnam mempropagandakan isu-isu anti ASEAN yang mereka tuduh sebagai kepanjangan tangan Neokolonialis Amerika Serikat. Kecemasan ASEAN memang akhirnya terwujud karena pada Desember 1978 Vietnam benar-benar menginvasi Kamboja, menggulingkan Rezim Pol Pot (yang haus darah), dan menanamkan pemerintahan Heng Samrin Pro-Vietnam. Denagn dukungan pasukan kuat Vietnam bertahan menguasai Kamboja, yang diubah menjadi RRK (Republik Rakyat Kamboja). Sementara tokoh RRK seperti Heng Samrin, Chea Sim, dan Hun Sen sebenarnya adalah mantan komandan Khmer Merah di kawasan Timur Kamboja. Mereka menentang keganasan Pol Pot dan melarikan diri ke Vietnam. Disanalah para pemberontak ini dilatih dan dipersiapkan Vietnam untuk kemudian merebut dan menduduki Kamboja dengan dukungan pasukan Vietnam. ASEAN memandang invasi Vietnam ke Kamboja sebagai tindakan pelanggaran prinsip-prinsip dasar hubungan antar negara. Yakni, Non-Interference dan Non-Use Force. Invasi Vietnam ke Kamboja menciptakan persoalan serius di sekitar perbatasan wilayah Thailand-Kamboja. Sisa-sisa pasukan Khmer Merah yang masih bertahan plus puluhan ribu pengungsi dari Kamboja memenuhi wilayah tersebut. Konflik bersenjata di kawasan tersebut tidak terhindarkan dan dengan sendirinya mendorong tumbuhnya instabilitas di Thailand. 
Pada Januari 1979, ASEAN lewat pertemuan para menteri luar negerinya, menentang perilaku Vietnam dengan mengingatkan esensi Deklarasi Bangkok 1967 sebagai protes atas tindakan campur tangan yang dilakukan Vietnam terhadap Kamboja. ASEAN secara resmi menolak mendukung pemerintahan Phnom Penh Pro-Vietnam, mendukung isolasi Internasional atas Vietnam, mengusahakan penarikan tanpa syarat pasukan Vietnam dari Kamboja, mencegah penetrasi Vietnam ke Thailand, mendukung Kamboja yang netral, damai, dan demokratis, serta mendukung kepemimpinan ASEAN dalam mencari solusi damai dalam konflik Kamboja yang bebas dari campur tangan luar. Hanoi sebaliknya, menentang sikap ASEAN dan bersikukuh untuk mempertahankan posisinya di Kamboja. Hanoi berpendapat bahwa kehadiran pasukannya ke Kamboja untuk menyelamatkan rakyat Khmer dari Rezim pembasmi manusia dibawah kepemimpinan Pol Pot. Vietnam tidak mungkin merubah keputusan tersebut dan menolak setiap upaya perundingan Internasional untuk meninggalkan Kamboja. Hanoi hanya akan meninggalkan Kamboja jika Hanoi dan Phnom Penh memandang sudah tiba saatnya untuk melakukannya. Sikap Hanoi tumbuh dari keyakinan yang timbul sejak pasukan Amerika Serikat harus meninggalkan Vietnam Selatan. Keberhasilan pasukan Vietnam mengalahkan pasukan Amerika Serikat menjadikan Vietnam tetap bersikukuh untuk kembali mengulang keberhasilan tersebut. Bagi Hanoi, persoalan Kamboja merupakan akibat dari ekspansionisme dan hegemoni China. Sekalipun demikian, baik Phnom Penh maupun Hanoi menegaskan bahwa apa yang berlangsung di Kamboja tidak lebih dari perang saudara antar rakyat Khmer dengan demikian bersifat domestik dan tidak memerlukan bantuan eksternal.

BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan
Perjuangan bangsa Vietnam sangatlah keras dan hebat demi terbebasnya mereka dari belenggu Penjajahan Prancis. Tokoh-tokoh nasionalis-komunis seperti Ho Chi Minh dengan gagah berani dan pantang menyerah terus memimpin rakyat Vietnam agar dapat Merdeka dari penjajahan bahkan sampai mereka mampu untuk mengalahkan Negara Adidaya seperti Ameika Serikat. Dengan mempelajari Sejarah bangsa-bangsa di Asia Tenggara, Khususnya Sejarah perjuangan Bangsa Vietnam, kita dapat mengambil hikmah dan suri tauladan dari para pemimpin-pemimpin Vietnam yang pantang Menyerah, Berani, Cerdas, Gigih, dan lain-lain.

Kritik dan Saran
Mungkin dalam pembuatan makalah yang kami buat banyak kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis bersedia menerima saran maupun kritik demi perbaikan selanjutnya.